Dirimu dan Topik Sensitif
penilaian: 0+x

1: Esai ini tidak seperti yang kamu duga

Esai ini tidak akan:

  • Meliputi keseluruhan situasi yang melibatkan materi bahasan yang sensitif.
  • Berargumen untuk memasukkan materi bahasan yang sensitif ke dalam karya-karya yang tidak benar-benar membutuhkannya.
  • Berargumen untuk mengecualikan materi sensitif dari semua fiksi.
  • Berusaha memperbaiki prosamu.
  • Menawarkan tips tentang bagaimana “membumbui” ceritamu.

Esai ini akan:

  • Menawarkan saran tentang bagaimana agar tidak menjadi bego tentang masalah-masalah yang sensitif.

2: Aturan Emas

Inilah hal nomor satu yang harus diambil dari esai ini:

TIDAK TAHU APA YANG KAU LAKUKAN? JANGAN LAKUKAN ITU!

3: Apa yang dimaksud dengan topik sensitif?

Untuk memahami cara menulis topik sensitif, pertama-tama kita harus memahami apa yang dimaksud dengan topik sensitif. Sebelum kita mulai, apa yang dimaksud dengan “sensitif” bisa jadi berbeda di setiap budaya jadi halaman ini tidak dapat dijadikan patokan absolut untuk segalanya!

Sederhananya, topik sensitif dapat dianggap sebagai segala hal yang berhubungan dengan trauma emosional yang disengaja atau tidak disengaja. Dalam konteks medis, hal ini dapat dianggap sebagai “pemicu”; oleh karena itu, banyak komunitas sastra yang menyertakan daftar “peringatan pemicu” pada karya-karya yang memiliki topik seperti itu, sehingga individu yang mungkin sensitif terhadap hal-hal seperti itu dapat mempersiapkan diri mereka secara mental atau menghindari karya tersebut. Bahkan di luar konteks trauma yang ada, topik-topik semacam itu begitu tertanam dalam tabu budaya sehingga dapat membangkitkan rasa jijik dari mereka yang cukup beruntung untuk tidak terpapar dengan kengerian semacam itu.

Topik-topik sensitif menjadi “sensitif” justru karena topik-topik tersebut merupakan pemicu yang umum, baik dari segi trauma maupun rasa jijik. Selain itu: topik-topik tersebut sangat mudah untuk menyebabkan masalah! Menulis sesuatu yang tidak benar dapat menimbulkan perasaan tidak menyenangkan pada pembaca dengan cara yang salah, sehingga membuat tulisanmu menjadi buruk di pandangan mereka.

4: Kenali semua musuhmu, dan kenali siapa musuhmu

Negara Indonesia adalah negara yang unik karena masyarakatnya tersusun dari banyak sekali latar belakang etnis dan budaya, dan jelas mereka semua memiliki “sensitifitas” mereka masing-masing. Ada yang akan marah ketika diajak bercanda soal suatu hal, dan ada pula yang malah tertawa ketika hal yang menurutmu sensitif diutarakan kepada mereka. Karena itulah, para penulis Wiki harus berhati-hati dalam menulis karena bisa saja karyanya mengandung hal yang “sensitif” bagi sekelompok orang. Penulis harus memahami karyanya serta kepada siapa karyanya itu hendak ditunjukkan, karena “sensitif” adalah hal yang subjektif dan dapat berakhir pada keributan.

Pada umumnya, ada 3 topik-topik sensitif yang berlaku secara universal:

  • Pembahayaan Anak: yang disengaja atau kelalaian yang menyebabkan atau membiarkan bahaya pada anak. Hal-hal seperti itu termasuk penelantaran dari orang tua, tindakan pelecehan, dan bahkan pengorbanan anak secara langsung.
  • Genosida: pemusnahan yang disengaja terhadap suatu kelompok masyarakat atas dasar budaya atau genetika. Selain pembunuhan langsung, cerita tentang asimilasi paksa, pemindahan massal, dan pembunuhan bahasa juga bisa masuk dalam kategori ini.
  • Pelanggaran Seksual: perilaku yang berbahaya, kasar, non-konsensual, atau predatoris dalam konteks seks dan hubungan. Hal-hal seperti hubungan sedarah, kekerasan seksual, dan nekrofilia termasuk dalam kategori ini.

Penggunaan penyebutan tertentu yang diberikan untuk tujuan pelecehan mental dan fisik juga termasuk—seperti rasisme. Meskipun hal ini tidak umum digunakan, bentuk pelecehan ini sama rumitnya dengan tiga topik di atas, dan sering kali bersinggungan dengan Ancaman terhadap Anak dan Pelecehan Seksual.

Pembaca akan memberi penilaian yang jauh lebih keras jika kamu mencoba menggambarkan topik tersebut di dalam tulisanmu, bukan hanya karena topik tersebut memang sensitif, tetapi karena negeri kita banyak dipenuhi oleh orang-orang yang gampang tersulut emosi. Memang, perbedaan antara upvote dan downvote sering kali bergantung pada seberapa baik dirimu menangani topik tersebut.

Tentu saja, ketiga hal di atas mungkin akan menjadi tantangan terbesarmu sehingga pikirkan baik-baik jika hendak menggunakannya di dalam karyamu, sementara topik lain seperti bunuh diri dan penyiksaan, meskipun masih traumatis, akan lebih mudah ditangani.

5: Bagian Di Mana Saya Meminta Kamu Untuk Melakukan Riset

Jika kamu ingin menulis tentang hal-hal semacam ini, lakukan riset.

Ada banyak cara yang baik untuk meneliti hal-hal semacam itu; ada juga banyak cara yang buruk. Kami tidak bisa memberikan daftar yang lengkap, tetapi kami bisa memberi tahumu bagaimana kami melakukan pendekatan terhadap hal-hal semacam itu.

Pertama: Jika kamu tidak memiliki pengalaman dengan topik ini, ada baiknya kamu membaca tentang apa itu dan bagaimana cara kerjanya. Mesin pencari daring akan sangat membantu dalam memulai hal ini, tetapi ini dimaksudkan sebagai langkah awal: kamu harus membaca banyak artikel tentang topik ini dari berbagai sumber.

Kedua: Setelah kamu menyerap sebanyak mungkin yang kamu bisa, ada baiknya kamu menyalurkan pemahamanmu tentang kapan dan mengapa hal-hal seperti itu terjadi. Tidak mungkin suatu hal terjadi begitu saja, harus ada penyebabnya!

Ketiga: Jika kamu ingin menulis dengan penuh hormat, sangat penting bagimu untuk meneliti bukan hanya bagaimana dan mengapa hal-hal semacam itu dilakukan, tapi juga siapa yang terkena dampaknya dan bagaimana konsekuensinya. Banyak dari hal ini membutuhkan membaca kesaksian korban dan analisis pasca insiden.

Empat: Sekarang setelah kamu memiliki ide yang bagus tentang topik yang dimaksud, kamu harus melihat apa yang dapat kamu baca tentang bagaimana cara menulis topik tersebut. Fiksi adalah jalan yang sama sekali berbeda dengan non-fiksi, dan mengetahui cara kerja cerita sama pentingnya dengan penelitian sebelumnya. Untuk itu, pertimbangkan untuk membaca tulisan-tulisan yang menganalisis tren media, atau analisis kritis terhadap karya fiksi tertentu.

6: gimana ngenulis yang baik

Aturan praktis yang baik adalah melihat tulisanmu melalui lensa kritik budaya: apa yang ingin disampaikan oleh tulisanmu, katakanlah, tentang di sini dan saat ini, atau di sini dan kemudian, atau di sana dan akan ada? Selain itu, lakukanlah hal ini bahkan ketika isi karyamu adalah “monster pembunuh yang keren”; pikirkanlah seolah-olah kamu belum pernah melihat karya tersebut sebelumnya, dan karya tersebut nantinya akan muncul di dalam sebuah buku di perpustakaan, bagaimana kira-kira kamu akan menyampaikannya kepada masyarakat luas?

Secara umum, kamu sebaiknya menghindari hal-hal berikut ini:

“Dukungan Watsonian”

Ini mengacu pada alasan-alasan diegetik untuk topik-topik yang, selain menjelaskan mengapa topik tersebut terjadi, secara diam-diam memberikan pembenaran untuk topik tersebut karena secara latar cerita lebih masuk akal. Ada banyak alasan mengapa seorang penulis akhirnya “membenarkan” keberadaan topik tersebut, dan sebagian besar alasan tersebut sebenarnya cukup bisa dimengerti. Bisa jadi penulis ingin membuat latar cerita mereka lebih “konsisten” dengan membenarkan dinamika sosial yang terjadi; bahkan, penulis mungkin telah mengantisipasi kritik yang menyatakan kalau mereka sudah memasukkan topik yang “ngasal” ke dalam cerita mereka. Sepertinya ini bukan hal yang aneh, tetapi akan menjadi masalah jika kamu tidak berhati-hati ketika menggunakannya.

Misal kamu menjadikan hubungan antara manusia dan entitas di mana manusia membenci entitas karena mereka adalah monster pemangsa, kamu kemudian menjadikan skenario ini sebagai bentuk metafora rasial dan membuatnya seolah-olah hal yang benar untuk dilakukan. Yup, kamu menyembunyikan konsep rasisme di dalam ceritamu dan membuatnya seolah-olah benar untuk dilakukan. Padahal jika menggunakan konsep pemangsa-dimangsa ala alam liar, manusia normalnya akan memiliki alasan khusus untuk membenci entitas karena mereka adalah pemangsa manusia bukannya karena hal lain seperti perbedaan spesies atau semacamnya.

“Dukungan Doylist”

Mengacu pada saat suatu topik tertentu disajikan semata-mata hanya untuk hiburan semata, atau kelihatannya seperti itu. Jika Dukungan Watsonian berhubungan dengan latar, Dukungan Doylist adalah berhubungan dengan penyajian: singkatnya, ketika suatu topik bahasan yang kamu bahas malah disalah artikan sebagai bentuk dukungan terhadap topik tersebut oleh mereka yang membacanya. Hal ini lebih sulit untuk dihindari dibandingkan Dukungan Watsonian, dan kebanyakan terjadi secara tidak disengaja: kamu bisa saja menulis dengan niat untuk menunjukkan bagaimana [TOPIK] adalah hal yang buruk, namun jika kamu tidak berhati-hati, orang-orang akan membaca tulisanmu sebagai bentuk dukungan dari topik tersebut—alias malah kebalikannya.

Menurut kami, akan sangat membantu jika kamu melihat karyamu melalui dua sudut pandang, jika kamu ingin menghindari hal seperti ini:

  1. Bagaimana orang-orang yang mendukung [TOPIK] akan membaca karyamu?
  2. Bagaimana para anti maupun korban [TOPIK] akan membaca karyamu?

Bermain Aman

Meskipun kamu selalu ingin pembaca untuk betah dengan karyamu, memperkenalkan topik yang sensitif dapat dengan mudah membuat pembaca menjadi malas melihat karyamu. Sayangnya, hal ini tidak sejelas di atas, dan sangat jauh dari tujuan esai sehingga kami rasa kami tidak dapat menguraikannya lebih dari ini:

Pembacamu harus dapat membaca tulisanmu dan sampai pada kesimpulan bahwa hal yang buruk itu memang benar-benar buruk. Pada saat yang sama, kamu tidak boleh memainkannya terlalu kuat, atau kamu akan berisiko membangkitkan trauma atau rasa jijik bagi pembacamu. Di atas segalanya, bagaimanapun juga, kamu tidak boleh berbohong: bersikap jernihlah di dalam karyamu. Jangan meringkuk dan berbisik, jangan melompat dan berteriak, cukup berdiri dan berbicara dengan jelas.

7: Kesimpulannya

Di atas segalanya, topik yang sensitif adalah topik yang benar-benar: sensitif.

Semua itu bukanlah sesuatu yang bisa kamu kubur di bawah prosa yang bagus begitu saja. Pikirkan betapa mengerikannya pengaruh kesalahan seperti itu terhadap tulisanmu, bahkan tulisanmu yang “terbaik” pun bisa hancur karena kecerobohan. Renungkanlah, berapa banyak tulisan yang belum selamat dari beban seperti itu, berapa banyak yang terkubur karena tidak mampu mengatasi beban tersebut.

Dan pertimbangkanlah apakah kamu masih ingin mengambil topik seperti itu?


Unless otherwise stated, the content of this page is licensed under Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 License